RESENSI FILM A
BEAUTIFUL MIND
Oleh: Anas Farihin
(20161770042)
Judul Film :
A Beautiful Mind
Sutradara :
Ron Howard
Produser :
Brian Grazer, Ron Howard
Penulis Skenario :
Akiva Goldsman
Cerita berdasarkan :
Kehidupan John Nash
Pemeran :
Russell Crowe, Jennifer Connelly, Ed
Haris, Paul Bettany
Penyunting Musik :
James Horner
Studio :
Dreamworks Pictures, Universal Pictures
Distributor :
Universal Entertainment
Tanggal Rilis :
13 Desember 2001
Durasi : 135 menit
Sinopsis
:
John Nash adalah
seorang pria yang memiliki gejala psikosis dan sering mengalami halusinasi. Ia
juga merupakan seorang matematikawan jenius yang membuatnya mendapat beasiswa
untuk bersekolah di universitas bergengsi, Princeton University. John Nash
adalah lelaki sederhan yang suka menyendiri, pemalu, rendah diri, introvert
sekaligus aneh. Dia tidak suka dengan orang banyak dan kerapkali merasa bahwa
orang-orang tidak menyukainya. Ia merasa bahwa kuliah dan bertemu dengan banyak
orang adalah hal yang membosankan. Itu sebabnya dia lebih suka memilih menarik
diri dari lingkungan sosial dan memecahkan permasalahan-permasalahan matematika
seorang diri daripada harus mengikuti perkuliahan. Atau bisa disebut juga ia
adalah seorang mahasiswa yang sombong. Menurutnya, perkuliahan akan menjumpulkan
pikiran dan kreativitas seseorang. Ia pun sulit untuk mengaku kalah saat
bermain (igo) dengan teman kuliahnya, Martin.
Di tengah
persaingan ketat, Nash mendapat teman sekamar yang sangat memakluminya, Charles
Herman yang memiliki keponakan seorang gadis cilik, Marcee. Nash yang amat
terobsesi dengan matematika-sampai-sampai menulis berbagai rumus di kaca
jendela kamar dan perpustakaanakhirnya secara tak sengaja berhasil menemukan
konsep baru yang bertentangan dengan teori bapak ekonomi modern dunia, Adam
Smith. Ia menemukan konsep itu saat sedang bersama teman-temannya di sebuah bar
dan melihat seorang gadis berambut pirang. Kalau
kita semua menghampiri si pirang, kita akan menghalangi satu sama lain. Tak ada
satu pun dari kita yang akan mendapatkannya. Jadi, kalau kita menghampiri
teman-temannya, mereka semua akan memberi penolakan karena tidak ada yang suka
untuk menjadi pilihan kedua. Bagaimana jika tidak ada yang menghampiri si
pirang? Kita tidak akan menghalangi satu sama lain dan tidak menghina gadis-gadis
lain. Itulah satu-satunya cara kita “menang”. Konsep inilah yang
dinamakannya dengan teori keseimbangan, yang mengantarkannya meraih gelar
doktor. Mimpi Nash menjadi kenyataan. Tak hanya meraih gelar doktor, ia
berhasil diterima sebagai peneliti dan pengajar di MIT.
Hidup Nash mulai
berubah ketika ia diminta Pentagon memecahkan kode rahasia yang dikirim tentara
Sovyet. Di sana, ia bertemu agen rahasia William Parcher. Dari agen rahasia
ini, ia diberi pekerjaan sebagai mata-mata. Pekerjaan barunya ini membuat Nash
terobsesi sampai ia lupa waktu dan hidup di dunianya sendiri.
Suatu ketika,
John Nash jatuh cinta dengan mahasiswinya yang cantik jelita, Alicia, lalu
menikahinya. Membuatnya ingin resign
dari pekerjaannya tersebut karena menyadari bahwa tugas seorang mata-mata mulai
semakin berbahaya untuk dirinya sendiri maupun keluarga barunya. Namun, kontrak
kerja membuatnya tak bisa berhenti dari pekerjaannya tersebut. Ia pun semakin
hari semakin dirundung rasa ketakutan yang sangat. Sampai akhirnya ketika ia
sedang membawakan makalahnya di sebuah seminar di Harvard, Dr Rosen seorang
ahli jiwa menangkap dan membawanya ke rumah sakit jiwa. Dari situlah terungkap,
Nash mengidap gangguan mental schizophrenia. Beberapa kejadian yang dialami
Nash selama ini hanya khayalan belaka. Tak pernah ada teman sekamar, Charlaes Herman
dan keponakannya yang menggemaskan, Marcee, ataupun Parcher dengan proyek
rahasianya.
Untungnya, Alicia
adalah seorang istri setia yang tak pernah lelah memberi semangat pada
suaminya. Ia selalu mendorong sang suami untuk meminum obat dari psikiater
secara teratur. Dengan dorongan semangat serta cinta kasih yang tak pernah
habis dari Alicia, John Nash bangkit dan berjuang melawan penyakitnya. Saat
berhenti minum obat, gejala psikotiknya kambuh. Menyebabkannya mengalami
halusinasi dan delusi tentang kehidupan mata-mata sehingga ia menyakiti istri
dan anak bayinya dengan alasan melindungi keluarganya dari musuh. Namun Alicia
tidak patah semangat dan mendorong suaminya untuk berkonsultasi dengan
psikiater sampai ia sembuh. Dan pada akhirnya, John Nash berhasil memenangkan
sebuah nobel penghargaan setelah perjuangan kerasnya melawan halusinasi yang
dialami.
Analisis patologi tokoh
utama menurut paradigma psikoanalisa :
Psikoanalisis
adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939) dan
para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Asumsi utama paradigma psikoanalisis
atau psikodinamika, yang dikembangkan oleh Sigmund Freud adalah bahwa
psikopatologi diakibatkan oleh konflik-konflik yang tidak disadari dalam
individu. Jadi, menurut paradigma psikoanalisa, penyakit skizofrenia
yang dialami karakter utama, John Nash, diakibatkan oleh konflik-konflik di
alam bawah sadarnya.
Stresor yang
dialami Nash diantaranya adalah:
-
Merasa dirinya mendapat penolakan dari
orang-orang
-
Merasa dirinya tidak disukai oleh orang-orang
-
Tekanan dari dosen untuk segera menyelesaikan
tugasnya
Di dalam film
diceritakan bahwa dr. Rosen, memvonis Nash menderita skizofrenia, alurnya
terjadi setelah Nash menjadi profesor. Setelah ia mengalami konflik-konflik
batin perihal perjuangannya menuntaskan tugas-tugas kuliah. Artinya, bisa jadi
faktor penyebabnya menderita skizofrrenia adalah tugas kuliah yang amatlah
berat. Akan tetapi, Charles, sahabat halusinasinya sudah muncul sebelum dosen
menekannya untuk segera menyelesaikan tugas kuliah. Jika halusinasi ini memang
merupakan gejala skizofrenia, maka penyebab penyakit kejiwaan Nash bukanlah
karena tugas kuliah yang menumpuk. Tetapi, karena faktor lain yang tidak
diceritakan di dalam film. Apappun itu, paradigma psikoanalisis akan mengatakan
bahwa skizofrenia yang dialami tokoh utama berasal dari konflik bawah sadarnya.
Kecemasan Neurotik
Saat seseorang hidupnya berada dalam bahaya,
maka dia akan mengalami kecemasan objektif (objective anxiety) atau
kecemasan realistik, terhadap bahaya di dunia luar, yang merupakan suatu
reaksi dari ego. Ego berdiri di
tengah-tengah kekuatan dahsyat kebutuhan biologis (Id) dan norma (Super Ego).
Ketika terjadi konflik di antara kekuatan-kekuatan ini, ego merasa terjepit dan
terancam, serta merasa seolah-olah akan lenyap dan tidak berdaya digilas kedua
kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut kecemasan
(anxiety), sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan berusaha
tetap bertahan.
Pada awal scene diceritakan bahwa konflik batin
yang dialami Nash adalah perihal tugas kuliah. Sementara teman-teman kampusnya
telah menerbitkan naskah mereka, Nash sendiri malah hanya mempunyai sebuah ide
yang belum terealisasikan menjadi tulisan-tulisan yang nyata. Kecemasannya
membuat Nash tertekan dan membenturkan kepala ke tembok. Itu adalah kecemasan
yang nyata, objektif. Semua mahasiswa pasti akan cemas jika dosen menegurnya
karena belum menyelesaikan tugas. Berbeda dengan kecemasan saat berkumpul
bersama orang-orang. Nash memilih menyendiri untuk menghindari perasaan cemas
karena merasa tidak disukai oleh mereka. Hal ini merupakan rasa takut yang tidak realistis dan tidak ada
kaitannya dengan ancaman dari luar diri. Orang-orang bukan tidak
menyukainya. Nash sendiri lah yang beranggapan bahwa mereka benci padanya.
Kecemasan ini disebut kecemasan neurotik.
Mekanisme Pertahanan
Mekanisme Pertahanan Diri disebut juga Defense Mechanism, merupakan
salah satu coping terhadap kecemasan. Beberapa mekanisme pertahanan ego dalam
ketidaksadaran tokoh utama di antaranya adalah sebagai berikut:
-
Represi:
seseorang berusaha sekuat mungkin untuk melupakan dorongan yang harus dipuaskan
sebagai sesuatu yang tidak pernah ada. Ia menjauhkan impuls atau harapan yang
didapat dari kesadaran. Seperti halnya ketika Parcher menyuruhnya untuk kembali
menjadi mata-mata. Sebenarnya, dia sadar bahwa Parcher adalah halusinasi,
sebagaimana yang dikatakan dr. Rosen, akan tetapi dia melupakannya seketika
itu.
-
Pengingkaran:
Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan,
menjauhkan kejadian-kejadian negatif dari kesadaran. Hal ini sangatlah berguna
dalam proses penyembuhan kejiwaan Nash. Diceritakan bahwa sumber ketakutan
terbesarnya adalah halusinasi. Jika Nash bisa menyangkal halusinasinya itu, ia
tidak akan diliputi rasa takut akan teroris atau semacamnya.
-
Proyeksi:
Mengatribusikan kepada orang
lain pikiran atau perasaannya sendiri. John Nash sering mengatakan bahwa
orang-orang tidak menyukainya, padahal dia sendiri yang tidak menyukai mereka.
-
Displacement: Mengalihkan perasaan dari sasaran
sebenarnya ke orang/benda
lain. Charles Herman dan
keponakannya, Marcee, merupakan displacement
dari perasaan kesepiannnya. Hanya karena kalah dari bermain igo dengan charles,
ia menyalahkan permainannya. Padahal yang salah adalah dirinya sendiri yang
tidak memiliki taktik yang lebih unggul dari lawan main.
-
Rasionalisasi:
Memberikan penjelasan yang
dapat diterima secara sosial yang bukan merupakan alasan sebenarnya dari
perilakunya. Dia mengatakan bahwa kuliah dapat menumpulkan kreativitas, padahal hanya
alasannya saja. Sebenarnya dia hanya tidak suka bersosialisasi dengan
teman-temannya.
-
Pembentukan
Reaksi (Reaction Formation): Harapan atau impuls yang tidak dapat diterima diubah menjadi sebaliknya.
Saat bosan meminum obat, istrinya akan memarahinya. Namun, dia menunjukkan
ekspresi akan meminumnya saat di hadapan istrinya saja. Kenyataannya, dia tidak
mau meminumnya dan menyembunyikan antipsikotiknya ke dalam laci.
-
Sublimasi:
Impuls agresif atau seksual
diubah menjadi perilaku prososial. Ia mengubah impuls agresif akibat
halusinasi teroris-Rusia menjadi perilaku prososial, sehingga ia bisa kembali
mengajar dan akhirnya mendapatkan penghargaan nobel.
EmoticonEmoticon